Cukup lama waktu yang saya butuhkan untuk mengembalikan kepercayaan diri setelah keterpurukan diri yang membuat garis hitam dalam catatan sejarah hidup saya. Catatan sejarah hitam yang tidak akan pernah bisa terhapus meski banyak air sudah yang keluar dari sudut mata, meski banyak doa yang saya harap bisa meringankan beban yang teramat berat menanggung malu dan dosa masa lalu.
Saat merasa seperti sendiri, saya menjelajahi bumi mencoba menemukan seseorang yang bisa membantu. Saya datangi seorang guru untuk menceritakan semua gundah. Ia yang dengan penuh kesabaran mendengarkan hingga huruf terakhir terucap dari lidah ini. Kemudian ia menulis beberapa kalimat dalam secarik kertas. “Bawa surat ini ke Masjid, temui anak-anak muda disana” hanya itu kalimat penutupnya.
Selepas maghrib, saya pun bergegas menuju tempat yang ditunjuk. Perlahan, malu dan merasa kotor diri ini untuk memasuki masjid, dan seketika saya merasa diri ini tidaklah berharga saat melihat wajah- wajah bersih, sebagian besar wanitanya menutup kepala mereka dengan jilbab, apalah diri ini. “Mari masuk, selamat datang. Kehadiran Anda sangat kami nantikan disini” Sungguh sebaris kalimat yang sangat hangat terdengar.
Sejenak hati ini terpaku merasakan sentuhan persahabatan yang luar biasa dari tatapan, sapaan dan tangan terbuka dari semua yang berada di dalam masjid. Terlebih ketika seorang dari mereka, merangkul pundak saya, “Inilah kami, sebuah keluarga besar yang akan juga menjadi keluarga Anda.” Saya seperti baru saja mendapat peluk cium dan kehangatan yang luar biasa, nyaris menandingi kasih yang selama ini saya terima dari ibu. Ada keluarga baru disini, sahabat-sahabat baru dengan senyum dan sapa cintanya.
Hari-hari sesudah itu membantu saya melupakan masa lalu, meringankan beban menanggung dosa masa lalu yang benar-benar tidak pernah bisa hilang dari kenangan. Sahabat-sahabat baru itu seolah tengah membantu saya mengangkat beban yang teramat berat meski hanya dengan senyum, tepukan di punggung atau menyediakan telinga mereka untuk tempat saya membuang sampah mulut ini. Ya, karena kadang yang saya bicarakan kepada mereka bisa jadi tak penting bagi mereka, tapi sungguh telinga mereka tetap tersedia untuk kisah-kisah tak penting saya.
***
Dimana pun saya berada, kemana pun saya pergi, satu yang terpenting untuk saya temukan, yakni sebuah kekayaan bernama sahabat. Tidak seorang pun yang paling beruntung di dunia ini melainkan ia yang memiliki sahabat. Karena sahabat ada, untuk mereka yang terluka, untuk mereka yang tengah memikul berat beban, untuk menghapus air mata yang berduka, membantu seseorang berdiri dari keterpurukan dan menyediakan sayapnya untuk terbang bersama.
Akhirnya, sampailah saya pada satu kepastian hakikat, bahwa sahabat adalah kekayaan sebenarnya. Hilang satu, miskinlah sudah. Bertambah satu, semakin beruntunglah. Terima kasih untuk semua sahabat, Anda adalah kekayaan saya sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar